Written by Yoggi Herdani |
Thursday, 03 June 2010 07:46
|
Pendidikan karakter kini memang menjadi
isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan
akhlak anak bangsa, pendidikan karakter ini pun diharapkan mampu menjadi
pondasi utama dalam mensukseskan Indonesia Emas 2025. Di lingkungan
Kemdiknas sendiri, pendidikan karakter menjadi fokus pendidikan di
seluruh jenjang pendidikan yang dibinannya. Tidak kecuali di pendidikan
tinggi, pendidikan karakter pun mendapatkan perhatian yang cukup besar,
kemarin (1/06) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengadakan Rembuk
Nasioanal dengan tema “ Membangun Karakter Bangsa dengan Berwawasan
Kebangsaan”. Acara yang digelar di Balai Pertemuan UPI ini, dibidani
oleh Pusat Kajian Nasional Pendidikan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan
UPI.
Selain Wakil Menteri Pendidikan
Nasional, Prof.dr.Fasli Jalal, Ph.D, hadir pula menjadi pembicara
seperti Prof.Dr.Mahfud,MD,SH, SU. Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie, SH.
Prof.Dr.Djohermansyah Djohan, M.A. Prof.Dr.H.Sunaryo Kartadinata,M.Pd.
Prof.Dr.H.Dadan Wildan, M.Hum dan Drs. Yadi Ruyadi, M.si.
Wamendiknas dalam acara ini
mengungkapkan arti penting pendidikan karakter bagi bangsa dan negara,
beliau pun menjelaskan bahwa pendidikan karakter sangat erat dan dilatar
belakangi oleh keinginan mewujudkan konsensus nasional yang
berparadigma Pancasila dan UUD 1945. Konsensus tersebut selanjutnya
diperjelas melalui UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yang berbunyi “ Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokrasi serta bertanggung jawab.”
Dari bunyi pasal tersebut, Wamendiknas
mengungkapkan bahwa telah terdapat 5 dari 8 potensi peserta didik yang
implementasinya sangat lekat dengan tujuan pembentukan pendidikan
karakter. Kelekatan inilah yang menjadi dasar hukum begitu pentingnya
pelaksanaan pendidikan karakter.
Wamendiknas pun mengatakan bahwa, pada
dasarnya pembentukan karakter itu dimulai dari fitrah yang diberikan
Ilahi, yang kemudian membentuk jati diri dan prilaku. Dalam prosesnya
sendiri fitrah Ilahi ini dangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan,
sehingga lingkungan memilki peranan yang cukup besar dalam membentuk
jati diri dan prilaku.
Oleh karena itu Wamendiknas mengatakan
bahwasanya sekolah sebagai bagian dari lingkungan memiliki peranan yang
sangat penting. Wamendiknas menganjurkan agar setiap sekolah dan seluruh
lembaga pendidikan memiliki school culture , dimana setiap
sekolah memilih pendisiplinan dan kebiasaan mengenai karakter yang akan
dibentuk. Lebih lanjut Wamendiknas pun berpesan, agar para pemimpin dan
pendidik lembaga pendidikan tersebut dapat mampu memberikan suri teladan
mengenai karakter tersebut.
Wamendiknas juga mengatakan bahwa
hendaknya pendidikan karakter ini tidak dijadikan kurikulum yang baku,
melainkan dibiasakan melalui proses pembelajaran. Selain itu mengenai
sarana-prasaran, pendidikan karakter ini tidak memiliki sarana-prasarana
yang istimewa, karena yang diperlukan adalah proses penyadaran dan
pembiasaan.
Prihal pengembangannya sendiri,
Wamendiknas melihat bahwa kearifan lokal dan pendidikan di pesantern
dapat dijadikan bahan rujukan mengenai pengembangan pendidikan karakter,
mengingat ruang lingkup pendidikan karakter sendiri ssangatlah luas.
Sehari sebelum acara yang digelar di UPI
ini ( 31/05), di Ruang Rapat Komisi X, DPR-RI, diadakan Rapat Kerja
yang membahas pendidikan karakter. Hadir dirapat tersebut selain 25
anggota fraksi, adalah Menkokesra, Mendiknas, Menag, Menbudpar, Menpora,
Wamendiknas, Perwakilan Kementerian Dalam Negeri, serta para pejabat
eselon 1 kementerian terkait.
Para anggota fraksi pun melihat pendidikan karakter ini sangat penting dalam membentuk akhlak dan paradigma masyarakat Indonesia. Semoga pendidikan karakter ini tidak hanya menjadi proses pencarian watak bangsa saja, melainkan sebagai corong utama titik balik kesuksesan peradaban bangsa. Sumber : http://www.dikti.go.id/ |
Berbagi-Komunikasi-Informasi-Pembelajaran-Hiburan-Persatuan dan Kesatuan
Rabu, 30 Mei 2012
Pendidikan Karakter Sebagai Pondasi Kesuksesan Peradaban Bangsa.
ENAM CIRI KARAKTER ANAK YANG BERMASALAH
“Mungkinkah mengetahui dan memastikan apakah seorang anak itu bermasalah, dalam waktu 5-10 menit pertama saat kita bertemu dengannya?” Jawabannya adalah “mungkin” dan “pasti”. Pertanyaan yang sering saya ajukan kepada peserta seminar ataupun para orangtua yang sedang bersemangat belajar dan mencecar saya dengan berbagai pertanyaan seputar anaknya.
Rahasia tersebut akan saya bahas sekarang, rahasia yang sering saya gunakan untuk menganalisa seorang anak. Apakah dia bermasalah, bahkan setelah mempelajarinya dengan seksama kita mampu meramal masa depan seorang anak. Wow, tenang ini bukan obral janji, tapi ini pasti. Dari hasil menangani berbagai kasus keluarga dan individu maka terbentuklah suatu pola yang akurat ditiap individu. Kebanyakan klien saya jika memiliki masalah, kebanyakan masalah tersebut dan sebagian besar masalah itu berasal dari 2 hal. Ini juga rahasia (Rahasia dari ruang terapi saya), tapi akan saya bongkar habis.
Baiklah 2 hal tersebut berasal dari :
- Keluarga (keluarga yang membentuk masalah tersebut secara tidak sengaja).
- Masalah tersebut berasal dari usia 7 tahun kebawah.
Keluarga, adalah faktor penting dalam pendidikan seorang anak. Karakter seorang anak berasal dari keluarga. Dimana sebagian sampai usia 18 tahun anak-anak diIndonesia menghabiskan waktunya 60-80 % bersama keluarga. Manusia berbeda dengan binatang (maaf..) seekor anak kucing yang baru lahir, bisa hidup jika dipisahkan dari induknya, dan banyak binatang yang lain yang memiliki kemampuan serupa. Manusia tidak bisa, sampai usia 18 tahun masih membutuhkan orangtua dan kehangatan dalam keluarga. Sukses seorang manusia tidak lepas dari “kehangatan dalam keluarga”. Akan sangat banyak hal yang akan dikupas dari tiap tahun kehidupan manusia dan kebutuhannya serta cara memenuhi kebutuhan tersebut, terutama aspek emosi. Saya tidak akan meneruskannya, kita akan bahas dikesempatan lainnya, kini kita kembali ke cara mengetahui ciri anak bermasalah.
Usia 7 tahun kebawah? Ada apa pada usia ini? Pada masa ini kebanyakan (85%) letak masalah atau asal muasal masalah / hambatan seorang manusia tercipta. Istilah kerennya Mental Block. Karakter yang menghabat pencapaian cita-cita pribadi kita. Dan biasanya akan terasa pada usia 22 tahun ke atas. Woo… segitunya? Ya Mental Block seperti program yang seakan-akan dipersiapkan (karena ketidak sengajaan dan ketidak tahuan orangtua kita) untuk menghambat berbagai macam aspek dalam kehidupan kita. Aspek itu bisa berupa Karier (takut kaya, takut jabatan tinggi) kesehatan (tubuh gemuk, alergi) Relationship (tidak gampang cocok dengan pasangan/teman, paranoid) dan lain hal, serta masih banyak lagi.
Ada apa dengan 7 tahun kebawah dan disekitar 7 tahun pertama kehidupan manusia? Baiklah saya jelaskan, pada masa ini kita membutuhkan, kebutuhan dasar Emosi yang harus terpenuhi ingat HARUS terpenuhi. Jika pada masa ini lewat dan tidak terpenuhi maka, akan terjadi Mental Block pada diri anak tersebut. Inilah asal muasal dimana Mental Block terbentuk. Karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasar Emosi yang dibutuhkan seorang manusia. Kebutuhan apa yang dibutuhkan pada anak seusia itu? Sehingga fatal akibatnya (pada masa dewasa anak tersebut) jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi
Ada 3 kebutuhan yang harus dipenuhi pada anak usia 0 – 7 tahun bahkan lebih, cara ini adalah kunci dalampendidikan karakter, agar karakter anak kita bisa tumbuh dan berkembang maksimal. Disamping itu ketiga hal inilah asal muasal Mental Block yang sering kali terjadi atau terasa sangat menganggu pada saat anak tersebut dewasa. Yaitu :
1. Kebutuhan akan rasa aman
2. Kebutuhan untuk mengontrol
3. Kebutuhan untuk diterima
1. Kebutuhan akan rasa aman
2. Kebutuhan untuk mengontrol
3. Kebutuhan untuk diterima
3 kebutuhan dasar emosi tersebut harus terpenuhi agar anak kita menjadi pribadi yang handal dan memilikikarakter yang kuat menghadapi hidup. Ini akan sangat panjang sekali jika dijelaskan, nah mengingat kita membahas ciri – ciri karakter anak bermasalah maka kita akan kembali ke topic tersebut.
Sebenarnya ada 6 ciri karakter anak yang bermasalah, cukup kita melihat dari perilakunya yang nampak maka, kita sudah dapat melakukan deteksi dini terhadap “musibah besar” dikehidupan yang akan datang (baca: semakin dewasa) dan secepatnnya dapat melakukan perbaikan.
Inilah ciri-ciri karakter tersebut :
1. Susah diatur dan diajak kerja sama
Hal yang paling Nampak adalah anak akan membangkang, akan semaunya sendiri, mulai mengatur tidak mau ini dan itu. pada fase ini anak sangat ingin memegang kontrol. Mulai ada “pemberontakan” dari dalam dirinya. Hal yang dapat kita lakukan adalah memahaminya dan kita sebaiknya menanggapinya dengan kondisi emosi yang tenang.
Ingat akan kebutuhan dasar manusia? Tiga hal diatas yang telah saya sebutkan, nah kebutuhan itu sedang dialami anak. Kita hanya bisa mengarahkan dan mengawasi dengan seksama.
Hal yang paling Nampak adalah anak akan membangkang, akan semaunya sendiri, mulai mengatur tidak mau ini dan itu. pada fase ini anak sangat ingin memegang kontrol. Mulai ada “pemberontakan” dari dalam dirinya. Hal yang dapat kita lakukan adalah memahaminya dan kita sebaiknya menanggapinya dengan kondisi emosi yang tenang.
Ingat akan kebutuhan dasar manusia? Tiga hal diatas yang telah saya sebutkan, nah kebutuhan itu sedang dialami anak. Kita hanya bisa mengarahkan dan mengawasi dengan seksama.
2. Kurang terbuka pada pada Orang Tua
Saat orang tua bertanya “Gimana sekolahnya?” anak menjawab “biasa saja”, menjawab dengan malas, namun anehnya pada temannya dia begitu terbuka. Aneh bukan? Ini adalah ciri ke 2, nah pada saat ini dapat dikatakan figure orangtua tergantikan dengan pihak lain (teman ataupun ketua gang, pacar, dll). Saat ini terjadi kita sebagai orangtua hendaknya mawas diri dan mulai menganti pendekatan kita.
Saat orang tua bertanya “Gimana sekolahnya?” anak menjawab “biasa saja”, menjawab dengan malas, namun anehnya pada temannya dia begitu terbuka. Aneh bukan? Ini adalah ciri ke 2, nah pada saat ini dapat dikatakan figure orangtua tergantikan dengan pihak lain (teman ataupun ketua gang, pacar, dll). Saat ini terjadi kita sebagai orangtua hendaknya mawas diri dan mulai menganti pendekatan kita.
3. Menanggapi negatif
Saat anak mulai sering berkomentar “Biarin aja dia memang jelek kok”, tanda harga diri anak yang terluka. Harga diri yang rendah, salah satu cara untuk naik ke tempat yang lebih tinggi adalah mencari pijakan, sama saat harga diri kita rendah maka cara paling mudah untuk menaikkan harga diri kita adalah dengan mencela orang lain. Dan anak pun sudah terlatih melakukan itu, berhati-hatilah terhadap hal ini. Harga diri adalah kunci sukses di masa depan anak.
Saat anak mulai sering berkomentar “Biarin aja dia memang jelek kok”, tanda harga diri anak yang terluka. Harga diri yang rendah, salah satu cara untuk naik ke tempat yang lebih tinggi adalah mencari pijakan, sama saat harga diri kita rendah maka cara paling mudah untuk menaikkan harga diri kita adalah dengan mencela orang lain. Dan anak pun sudah terlatih melakukan itu, berhati-hatilah terhadap hal ini. Harga diri adalah kunci sukses di masa depan anak.
4. Menarik diri
Saat anak terbiasa dan sering Menyendiri, asyik dengan duniannya sendiri, dia tidak ingin orang lain tahu tentang dirinya (menarik diri). Pada kondisi ini kita sebagai orangtua sebaiknya segera melakukan upaya pendekatan yang berbeda. Setiap manusia ingin dimengerti, bagaimana cara mengerti kondisi seorang anak? Kembali ke 3 hal yang telah saya jelaskan. Pada kondisi ini biasanya anak merasa ingin diterima apa adanya, dimengerti – semengertinya dan sedalam-dalamnya.
Saat anak terbiasa dan sering Menyendiri, asyik dengan duniannya sendiri, dia tidak ingin orang lain tahu tentang dirinya (menarik diri). Pada kondisi ini kita sebagai orangtua sebaiknya segera melakukan upaya pendekatan yang berbeda. Setiap manusia ingin dimengerti, bagaimana cara mengerti kondisi seorang anak? Kembali ke 3 hal yang telah saya jelaskan. Pada kondisi ini biasanya anak merasa ingin diterima apa adanya, dimengerti – semengertinya dan sedalam-dalamnya.
5. Menolak kenyataan
Pernah mendengar quote seperti “Aku ini bukan orang pintar, aku ini bodoh”, “Aku ngga bisa, aku ini tolol”. Ini hampir sama dengan nomor 4, yaitu kasus harga diri. Dan biasanya kasus ini (menolak kenyataan) berasal dari proses disiplin yang salah. Contoh: “masak gitu aja nga bisa sih, kan mama da kasih contoh berulang-ulang”.
Pernah mendengar quote seperti “Aku ini bukan orang pintar, aku ini bodoh”, “Aku ngga bisa, aku ini tolol”. Ini hampir sama dengan nomor 4, yaitu kasus harga diri. Dan biasanya kasus ini (menolak kenyataan) berasal dari proses disiplin yang salah. Contoh: “masak gitu aja nga bisa sih, kan mama da kasih contoh berulang-ulang”.
6. Menjadi pelawak
Suatu kejadian disekolah ketika teman-temannya tertawa karena ulahnya dan anak tersebut merasa senang. Jika ini sesekali mungkin tidak masalah, tetapi jika berulang-ulang dia tidak mau kembali ke tempat duduk dan mencari-cari kesempatan untuk mencari pengakuan dan penerimaan dari teman-temannya maka kita sebagai orang tua harap waspada. Karena anak tersebut tidak mendapatkan rasa diterima dirumah, kemanakah orangtua?
Suatu kejadian disekolah ketika teman-temannya tertawa karena ulahnya dan anak tersebut merasa senang. Jika ini sesekali mungkin tidak masalah, tetapi jika berulang-ulang dia tidak mau kembali ke tempat duduk dan mencari-cari kesempatan untuk mencari pengakuan dan penerimaan dari teman-temannya maka kita sebagai orang tua harap waspada. Karena anak tersebut tidak mendapatkan rasa diterima dirumah, kemanakah orangtua?
Sumber : www.pendidikankarakter.com/
Rabu, 16 Mei 2012
DOWNLOAD NUPTK TERBARU: Ketahui Nomor Unik Tenaga Pendidik dan Kependidika...
DOWNLOAD NUPTK TERBARU: Ketahui Nomor Unik Tenaga Pendidik dan Kependidika...: Ketahui Nomor Unik Tenaga Pendidik dan Kependidikan (NUPTK) anda melalui: NUPTK SMS GETAWAY Caranya: kirim sms ke no: 081218582888 For...
Minggu, 13 Mei 2012
Waspadai Masalah Laten di Sekolah!
JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Jenderal Pendidikan
Menengah Kementerian Pendidikan Nasional Hamid Muhammad mengungkapkan,
ada sejumlah persoalan laten yang harus menjadi perhatian pihak sekolah,
terutama untuk jenjang pendidikan menengah atas (SMA). Hal itu
disampaikannya saat pembukaan workshop "Penyusunan Modul Pendidikan Karakter", di Hotel Alia, Cikini, Jakarta, Jumat (23/9/2011).
Hamid menyebutkan, persoalan laten pertama adalah tindakan intimidasi atau bullying.Tindakan ini biasanya dilakukan oleh senior kepada junior. Praktik bullying dilakukan sejak masa orientasi yang dilakukan secara berlebihan. Misalnya, memberikan tugas yang tak masuk akal dan adanya gap, seperti tempat nongkrong yang dibuat masing-masing tingkatan kelas.
"Hal ini tentunya sudah diketahui semua aspek yang ada di sekolah, seperti guru, tetapi dibiarkan saja," ujar Hamid.
Persoalan kedua adalah jeratan narkoba. Menurut dia, kebanyakan pengedar obat-obatan terlarang itu memiliki jaringan yang kuat di sekolah. Hal ini, ditekankan Hamid, harus menjadi kewaspadaan pihak sekolah. Adapun, persoalan ketiga adalah ekstremisme.
"Banyak sekolah yang sudah dimasuki aliran-aliran ekstrem atau gerakan-gerakan ekstrem yang berhubungan dengan agama. Yang paling diincar kebanyakan adalah guru agama, jadi kita harus hati-hati" kata Hamid.
Hamid menyebutkan, persoalan laten pertama adalah tindakan intimidasi atau bullying.Tindakan ini biasanya dilakukan oleh senior kepada junior. Praktik bullying dilakukan sejak masa orientasi yang dilakukan secara berlebihan. Misalnya, memberikan tugas yang tak masuk akal dan adanya gap, seperti tempat nongkrong yang dibuat masing-masing tingkatan kelas.
"Hal ini tentunya sudah diketahui semua aspek yang ada di sekolah, seperti guru, tetapi dibiarkan saja," ujar Hamid.
Persoalan kedua adalah jeratan narkoba. Menurut dia, kebanyakan pengedar obat-obatan terlarang itu memiliki jaringan yang kuat di sekolah. Hal ini, ditekankan Hamid, harus menjadi kewaspadaan pihak sekolah. Adapun, persoalan ketiga adalah ekstremisme.
"Banyak sekolah yang sudah dimasuki aliran-aliran ekstrem atau gerakan-gerakan ekstrem yang berhubungan dengan agama. Yang paling diincar kebanyakan adalah guru agama, jadi kita harus hati-hati" kata Hamid.
Menurutnya, untuk
mengatasi ketiga persoalan itu, diperlukan peranan guru dan elemen
masyarakat dalam menjalankan pendidikan karakter sebagai fondasi yang
kuat bagi siswa. Untuk menyukseskan jalannya pendidikan karakter, ia
memberikan sejumlah catatan yang bisa diterapkan:
1. Gunakan
waktu 5-10 menit di awal pelajaran untuk mengajarkan tentang etika yang
berhubungan dengan mata pelajaran yang diajarkan.
"Jika Anda mengajar Matematika, misalnya, beri tahu untuk apa alasan kita harus belajar mengukur ruang. Jangan begitu masuk kelas, Anda langsung menghadap papan tulis dan menulis rumus," ujar Hamid.2. Seorang guru harus memberi contoh dan keteladanan bagi para muridnya.
"Anak-anak usia sekolah menengah biasanya melakukan repetisi dari apa yang dia lihat. Kalau gurunya melakukan sesuatu, anak itu pasti mengikuti. Apalagi jika Anda guru favorit di sekolah. Contohnya, jika Anda menginginkan murid Anda tak terlambat masuk sekolah, maka kepala sekolah dan guru-gurunya juga tidak boleh datang terlambat," katanya.
3. Tegakkan aturan sekolah. Jangan sampai budaya "peraturan ada untuk dilanggar" mendarah daging pada siswa.
"Tata tertib yang sudah dibuat sekolah jangan sampai hanya ditempel di mading, tetapi tak ada pemberian sanksi bagi mereka yang melanggarnya," kata Hamid.
4. Perbanyak waktu bertemu dengan orangtua murid. Berikan pengertian kepada orangtua bahwa pendidikan karakter yang utama harus diajarkan dalam lingkup kehidupan yang terkecil, yaitu keluarga.
5. Tanamkan local wisdom atau kearifan lokal yang ada di daerah kita. Jangan sampai anak lupa akar budaya yang harus ditanamkan dalam benak mereka.
"Selain itu, kita juga harus mengontrol media yang ditonton atau dinikmati oleh anak-anak kita. Jangan sampai mereka menjadi korban teknologi yang sedang marak belakangan ini," kata Hamid.
Disalin oleh ASROL dari : Waspadai Masalah Laten di Sekolah!http://edukasi.kompas.com/read/2011/09/24/10523758/Waspadai.Masalah.Laten.di.Sekolah.
"Jika Anda mengajar Matematika, misalnya, beri tahu untuk apa alasan kita harus belajar mengukur ruang. Jangan begitu masuk kelas, Anda langsung menghadap papan tulis dan menulis rumus," ujar Hamid.2. Seorang guru harus memberi contoh dan keteladanan bagi para muridnya.
"Anak-anak usia sekolah menengah biasanya melakukan repetisi dari apa yang dia lihat. Kalau gurunya melakukan sesuatu, anak itu pasti mengikuti. Apalagi jika Anda guru favorit di sekolah. Contohnya, jika Anda menginginkan murid Anda tak terlambat masuk sekolah, maka kepala sekolah dan guru-gurunya juga tidak boleh datang terlambat," katanya.
3. Tegakkan aturan sekolah. Jangan sampai budaya "peraturan ada untuk dilanggar" mendarah daging pada siswa.
"Tata tertib yang sudah dibuat sekolah jangan sampai hanya ditempel di mading, tetapi tak ada pemberian sanksi bagi mereka yang melanggarnya," kata Hamid.
4. Perbanyak waktu bertemu dengan orangtua murid. Berikan pengertian kepada orangtua bahwa pendidikan karakter yang utama harus diajarkan dalam lingkup kehidupan yang terkecil, yaitu keluarga.
5. Tanamkan local wisdom atau kearifan lokal yang ada di daerah kita. Jangan sampai anak lupa akar budaya yang harus ditanamkan dalam benak mereka.
"Selain itu, kita juga harus mengontrol media yang ditonton atau dinikmati oleh anak-anak kita. Jangan sampai mereka menjadi korban teknologi yang sedang marak belakangan ini," kata Hamid.
Disalin oleh ASROL dari : Waspadai Masalah Laten di Sekolah!http://edukasi.kompas.com/read/2011/09/24/10523758/Waspadai.Masalah.Laten.di.Sekolah.
Pemerintah Harus Serius Wujudkan Pendidikan Karakter
JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus kericuhan yang
melibatkan pelajar SMA Negeri 6 Jakarta dan sejumlah wartawan,
menunjukkan betapa pemerintah belum serius mewujudkan pendidikan yang
berkarakter.
Padahal pendidikan yang berkarakter ini menjadi tujuan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor (UU) 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
"Selama ini, pemerintah seringkali menggaungkan pendidikan karakter ini, tetapi justru tidak menjadikannya sebagai sasaran dan program kerja," kata Raihan Iskandar, anggota Komisi X DPR di Jakarta, Selasa (20/9/2011).
Menurut Raihan, kasus tawuran pelajar seperti yang dilakukan siswa SMAN 6 Jakarta hanyalah ekses dari desain kebijakan pendidikan, yang tidak sesuai dengan tujuan penyelenggaraan pendidikan tersebut.
Tawuran antarpelajar, berbagai kasus moral yang melibatkan guru, kasus korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat, bisa jadi hanyalah ekses dari desain kebijakan pendidikan yang tidak menempatkan pendidikan karakter sebagai prioritas.
Raihan menilai dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2012, terlihat pemerintah tidak menempatkan pendidikan karakter sebagai prioritas. Sebaliknya, pemerintah justru lebih fokus kepada pencapaian berupa angka-angka (kuantitatif). Misalnya, pencapaian Angka Partisipasi Kasar (APK) SD dan SMP.
"Pemerintah justru lebih serius mengejar target kelulusan dalam ujian nasional (UN). Padahal UN justru menciptakan berbagai macam persoalan, seperti kecurangan, contek masal yang dilakukan baik oleh guru maupun siswa, dan kasus pemukulan guru terhadap siswa yang tak bisa menghapal nama-nama provinsi. Jelas, bahwa kebijakan ini justru telah menciptakan perilaku yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri," kata Raihan.
Seharusnya, jelas Raihan, pendidikan karakter bangsa menjadi salah satu prioritas dalam RKP 2012 bidang pendidikan, karena menjadi esensi dari penyelenggaraan pendidikan.
Disalin oleh ASROL dari : http://edukasi.kompas.com
Padahal pendidikan yang berkarakter ini menjadi tujuan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor (UU) 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
"Selama ini, pemerintah seringkali menggaungkan pendidikan karakter ini, tetapi justru tidak menjadikannya sebagai sasaran dan program kerja," kata Raihan Iskandar, anggota Komisi X DPR di Jakarta, Selasa (20/9/2011).
Menurut Raihan, kasus tawuran pelajar seperti yang dilakukan siswa SMAN 6 Jakarta hanyalah ekses dari desain kebijakan pendidikan, yang tidak sesuai dengan tujuan penyelenggaraan pendidikan tersebut.
Tawuran antarpelajar, berbagai kasus moral yang melibatkan guru, kasus korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat, bisa jadi hanyalah ekses dari desain kebijakan pendidikan yang tidak menempatkan pendidikan karakter sebagai prioritas.
Raihan menilai dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2012, terlihat pemerintah tidak menempatkan pendidikan karakter sebagai prioritas. Sebaliknya, pemerintah justru lebih fokus kepada pencapaian berupa angka-angka (kuantitatif). Misalnya, pencapaian Angka Partisipasi Kasar (APK) SD dan SMP.
"Pemerintah justru lebih serius mengejar target kelulusan dalam ujian nasional (UN). Padahal UN justru menciptakan berbagai macam persoalan, seperti kecurangan, contek masal yang dilakukan baik oleh guru maupun siswa, dan kasus pemukulan guru terhadap siswa yang tak bisa menghapal nama-nama provinsi. Jelas, bahwa kebijakan ini justru telah menciptakan perilaku yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri," kata Raihan.
Seharusnya, jelas Raihan, pendidikan karakter bangsa menjadi salah satu prioritas dalam RKP 2012 bidang pendidikan, karena menjadi esensi dari penyelenggaraan pendidikan.
Disalin oleh ASROL dari : http://edukasi.kompas.com
Mendiknas.Perlu.Pendidikan.Karakter.untuk.Tangkal.Radikalisme
JAKARTA, KOMPAS.com -
Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), Mohammad Nuh mengatakan, guna
meredam radikalisme yang terjadi di kalangan pelajar, maka seluruh pihak
yang terkait diimbau untuk lebih gencar mengedepankan pendidikan
karakter kepada para siswa. Menurut Nuh, untuk mencegah segala tindakan
radikalisme adalah dengan menanamkan rasa cinta tanah air dan rasa
empati terhadap sesama kepada para siswa sehingga tidak ada lagi
pemikiran untuk melakukan tindakan radikal.
"Coba kita lihat yang melakukan pengeboman kemarin itu kapan terakhir sekolah? Maka dari itu, kita harus melihat bahwa implikasi pendidikan itu sangat panjang," kata Nuh, Senin (26/9/2011) sore, di Jakarta.
Nuh menjelaskan, dalam pendidikan karakter ada tiga hal utama yang harus ditanamkan, yaitu kesadaran sebagai makhluk Yang Maha Kuasa, kelimuan dan kecintaan, serta kebanggaan terhadap tanah air.
"Urusan empat pilar kebangsaan itu masuk ke dalam rasa kecintaan dan kebanggan terhadap tanah air," lanjut Nuh.
Terkait dengan banyaknya gejala radikalisme yang lahir dan tumbuh di lingkungan sekolah, Nuh mengatakan, hal itu disebabkan oleh tingginya jumlah pelajar di Indonesia. Maka dari itu, dirinya mengaku tidak heran jika gerakan radikalisme banyak beredar di sekolah.
"Bukan hanya di sekolah saja, tempat lain juga banyak. Namun, justru di sini peran Kemdiknas dan Kementerian Agama (Kemenag) untuk mengatasi masalah-masalah seperti ini," ujarnya.
Ia menambahkan, selain bekerjasama dengan Kemenag, pihaknya juga melakukan koordinasi dengan Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan (Kempolhukam) yang mendukung deradikalisasi ditanamkan sejak di bangku sekolah. Menkopolhukam ujarnya, juga telah memberikan atensi khusus untuk menciptakan kehidupan yang lebih toleran sejak usia sekolah.
Kemdiknas sendiri telah menangani permasalahan ini secara khusus melalui beragam cara. Salah satunya adalah dengan memberikan ruang khusus tentang pendidikan karakter dalam setiap pelatihan yang melibatkan kepala sekolah di seluruh Indonesia.
"Yang paling efektif menekan pertumbuhan radikalisme di sekolah adalah melalui kepala sekolah untuk kemudian mengawasi lingkungan sekolahnya secara langsung," ujarnya.
"Coba kita lihat yang melakukan pengeboman kemarin itu kapan terakhir sekolah? Maka dari itu, kita harus melihat bahwa implikasi pendidikan itu sangat panjang," kata Nuh, Senin (26/9/2011) sore, di Jakarta.
Nuh menjelaskan, dalam pendidikan karakter ada tiga hal utama yang harus ditanamkan, yaitu kesadaran sebagai makhluk Yang Maha Kuasa, kelimuan dan kecintaan, serta kebanggaan terhadap tanah air.
"Urusan empat pilar kebangsaan itu masuk ke dalam rasa kecintaan dan kebanggan terhadap tanah air," lanjut Nuh.
Terkait dengan banyaknya gejala radikalisme yang lahir dan tumbuh di lingkungan sekolah, Nuh mengatakan, hal itu disebabkan oleh tingginya jumlah pelajar di Indonesia. Maka dari itu, dirinya mengaku tidak heran jika gerakan radikalisme banyak beredar di sekolah.
"Bukan hanya di sekolah saja, tempat lain juga banyak. Namun, justru di sini peran Kemdiknas dan Kementerian Agama (Kemenag) untuk mengatasi masalah-masalah seperti ini," ujarnya.
Ia menambahkan, selain bekerjasama dengan Kemenag, pihaknya juga melakukan koordinasi dengan Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan (Kempolhukam) yang mendukung deradikalisasi ditanamkan sejak di bangku sekolah. Menkopolhukam ujarnya, juga telah memberikan atensi khusus untuk menciptakan kehidupan yang lebih toleran sejak usia sekolah.
Kemdiknas sendiri telah menangani permasalahan ini secara khusus melalui beragam cara. Salah satunya adalah dengan memberikan ruang khusus tentang pendidikan karakter dalam setiap pelatihan yang melibatkan kepala sekolah di seluruh Indonesia.
"Yang paling efektif menekan pertumbuhan radikalisme di sekolah adalah melalui kepala sekolah untuk kemudian mengawasi lingkungan sekolahnya secara langsung," ujarnya.
Disalin oleh ASROL dari : http://edukasi.kompas.com/read/2011/09/26/1758337/Mendiknas.Perlu.Pendidikan.Karakter.untuk.Tangkal.Radikalisme
Contoh.Pendidikan.Karakter.Dikembangkan
JAKARTA, KOMPAS.com - Contoh penerapan pendidikan karakter dikembangkan di 500 institusi pendidikan formal dan nonformal di 33 provinsi.
Praktik-praktik pendidikan karakter yang sudah dijalankan itu, diharapkan dapat memberi insiprasi sekolah lain untuk melaksanakan dan mengembangkan pendidikan karakter yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan sekolah atau daerah masing-masing.
Pendidikan karakter di sekolah-sekolah itu mestinya juga mengambil dari kearifan lokal, selain nilai-nilai kebajikan yang umum.
"Kita ingin penerapnnya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan sekolah yang dapat diukur. Misalnya, kebersihan masih jadi problem banyak sekolah. Bisa dimulai dari situ, lalu dikembangkan pada karakter lain yang mudah diukur dan diterapkan," kata Erry Utomo, Kepala Bidang Kurikulum dan Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan Nasional, dalam seminar bertajuk Pendidikan Harmoni Sebagai Pendidikan Karakter Yang Kontekstual di Jakarta, Senin (26/9/2011).
Guru Besar Emeritus Universitas Negeri Jakarta, HAR Tilaar, mengkritisi pendidikan karakter yang tidak memiliki konsep yang jelas. Pendidikan karakter di Indonesia mestinya berdasarkan kebudayaan Indonesia yang multikultural.
"Pendidikan karakter Indonesia semestinya dengan mengembangkan nilai-nilai yang kita sepakati bersama yang memepersatukan Indonesia. Ini akan menjadi karakter yang khas Indonesia dibanding dari negara lain, sebagai negara yang hidup dalam budaya multikultural," kata Tilaar.
Menurut Tilaar, nilai-nilai karakter Indoensia yang hendak dibangun itu ada di dalam nilai-nilai Pancasila, yang sebenarnya digali dari kebudayaan-kebudayaan daerah. Yang dibutuhkan sekarang ini, bagaimana pendidikan nasional kita dapat menerapkan pendidikan yang mengembangkan kreativitas, berpikir kritis, memecahkan masalah, dan berkarakter," kata Tilaar.
Sementara itu, Tjahjono Soerjodibroto, Direktur Nasional World Vision Indonesia, mengatakan perlu dikembangkan pendidikan kontekstual yang sesuai dengan isu dan kebutuhan pengembangan wilayah setempat.
Pendidikan kontekstual merupakan pendidikan yang memberdayakan dan membangun kesadaran kritis. Pendidikan itu yang bertumpu pada kearifan dan potensi lokal, guna menyiapkan anak untuk dapat hidup utuh sepenuhnya dan memiliki karakter yang baik.
Pendidikan karakter yang kontekstual, antara lain dikembangkan World Vision Indonesia - Wahana Visi Indonesia melalui pendidikan harmoni. Di sini diajarkan nilai-nilai harmoni dengan diri sendiri, sesama, dan alam untuk dapat hidup dalam masyarakat multikultural.
Pendidikan harmoni ini sebagai salah satu model pendidikan karakter yang kontekstual yang dikembangkan di banyak sekolah di Sulawesi Tengah.
"Dengan menggali kembali warisan budaya dan kearifan lokal yang sejatinya telah mencontohkan kehidupan yang rukun dan damai, maka nilai-nilai harmoni kembali digali dari budaya setempat," kata Tjahjono.
Disalin oleh ASROL dari : http://edukasi.kompas.com/read/2011/09/26/21215179/Contoh.Pendidikan.Karakter.Dikembangkan
Praktik-praktik pendidikan karakter yang sudah dijalankan itu, diharapkan dapat memberi insiprasi sekolah lain untuk melaksanakan dan mengembangkan pendidikan karakter yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan sekolah atau daerah masing-masing.
Pendidikan karakter di sekolah-sekolah itu mestinya juga mengambil dari kearifan lokal, selain nilai-nilai kebajikan yang umum.
"Kita ingin penerapnnya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan sekolah yang dapat diukur. Misalnya, kebersihan masih jadi problem banyak sekolah. Bisa dimulai dari situ, lalu dikembangkan pada karakter lain yang mudah diukur dan diterapkan," kata Erry Utomo, Kepala Bidang Kurikulum dan Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan Nasional, dalam seminar bertajuk Pendidikan Harmoni Sebagai Pendidikan Karakter Yang Kontekstual di Jakarta, Senin (26/9/2011).
Guru Besar Emeritus Universitas Negeri Jakarta, HAR Tilaar, mengkritisi pendidikan karakter yang tidak memiliki konsep yang jelas. Pendidikan karakter di Indonesia mestinya berdasarkan kebudayaan Indonesia yang multikultural.
"Pendidikan karakter Indonesia semestinya dengan mengembangkan nilai-nilai yang kita sepakati bersama yang memepersatukan Indonesia. Ini akan menjadi karakter yang khas Indonesia dibanding dari negara lain, sebagai negara yang hidup dalam budaya multikultural," kata Tilaar.
Menurut Tilaar, nilai-nilai karakter Indoensia yang hendak dibangun itu ada di dalam nilai-nilai Pancasila, yang sebenarnya digali dari kebudayaan-kebudayaan daerah. Yang dibutuhkan sekarang ini, bagaimana pendidikan nasional kita dapat menerapkan pendidikan yang mengembangkan kreativitas, berpikir kritis, memecahkan masalah, dan berkarakter," kata Tilaar.
Sementara itu, Tjahjono Soerjodibroto, Direktur Nasional World Vision Indonesia, mengatakan perlu dikembangkan pendidikan kontekstual yang sesuai dengan isu dan kebutuhan pengembangan wilayah setempat.
Pendidikan kontekstual merupakan pendidikan yang memberdayakan dan membangun kesadaran kritis. Pendidikan itu yang bertumpu pada kearifan dan potensi lokal, guna menyiapkan anak untuk dapat hidup utuh sepenuhnya dan memiliki karakter yang baik.
Pendidikan karakter yang kontekstual, antara lain dikembangkan World Vision Indonesia - Wahana Visi Indonesia melalui pendidikan harmoni. Di sini diajarkan nilai-nilai harmoni dengan diri sendiri, sesama, dan alam untuk dapat hidup dalam masyarakat multikultural.
Pendidikan harmoni ini sebagai salah satu model pendidikan karakter yang kontekstual yang dikembangkan di banyak sekolah di Sulawesi Tengah.
"Dengan menggali kembali warisan budaya dan kearifan lokal yang sejatinya telah mencontohkan kehidupan yang rukun dan damai, maka nilai-nilai harmoni kembali digali dari budaya setempat," kata Tjahjono.
Disalin oleh ASROL dari : http://edukasi.kompas.com/read/2011/09/26/21215179/Contoh.Pendidikan.Karakter.Dikembangkan
Sekolah.Wajib.Terapkan.Pendidikan.Karakter
Palangka Raya, KOMPAS.com - Seluruh sekolah di
Palangka Raya wajib menerapkan program pendidikan karakter mulai tahun
ajaran 2012. Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Ikwanuddin
mengatakan, diwajibkannya program ini karena diterapkannya pendidikan
karakter di setiap sekolah, diharapkan dapat mencegah meningkatnya
perilaku kenakalan remaja di kalangan pelajar.
"Pendidikan karakter itu bertujuan menjadikan generasi siswa yang unggul dan tangguh serta mempunyai daya saing, dengan memberi pelatihan budi pekerti dan keagamaan yang baik kepada siswa," kata Ikwanuddin, Jumat (21/10/2011).
Ia mengatakan, penyusunan kurikulum dalam rangka pendidikan karakter kewirausahaan dan ekonomi kreatif dengan pendekatan belajar aktif pada satuan pendidikan rintisan, sudah dilakukan pada bulan Juli lalu di Palangka Raya.
"Saat ini sudah ada delapan sekolah percontohan pelaksanaan program pendidikan karakter. Sekolah-sekolah tersebut adalah TK Pembina, SDN 4 Menteng, SDN Percobaan, SLBN 1, SMP 2, SMA 2, SMK 3 dan Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM)," katanya.
Sebelum menerapkan pendidikan karakter, kata Ikwanuddin, para guru sebaiknya memberikan contoh yang baik sehingga apa yang dilakukan tidak sia-sia.
"Mulai sekarang kita harus memberi contoh terlebih dulu kepada mereka agar pendidikan karakter yang diterapkan pada anak menjadi lebih mudah. Kami menilai, program pendidikan karakter sangat tepat diterapkan di sekolah sebagai penyaring arus globalisasi dan kemajuan teknologi," ujarnya. Oleh sebab itu, lanjut Ikwanuddin, guru harus dapat memberikan materi saat sebelum mengajar dan menyisipkan pendidikan karakter dan budi pekerti, adat istiadat, budaya daerah dan sopan santun yang merupakan keunggulan untuk diajarkan di sekolah.
Dicopy oleh ASROL dari :http://edukasi.kompas.com/read/2011/10/21/1710174/Sekolah.Wajib.Terapkan.Pendidikan.Karakter
"Pendidikan karakter itu bertujuan menjadikan generasi siswa yang unggul dan tangguh serta mempunyai daya saing, dengan memberi pelatihan budi pekerti dan keagamaan yang baik kepada siswa," kata Ikwanuddin, Jumat (21/10/2011).
Ia mengatakan, penyusunan kurikulum dalam rangka pendidikan karakter kewirausahaan dan ekonomi kreatif dengan pendekatan belajar aktif pada satuan pendidikan rintisan, sudah dilakukan pada bulan Juli lalu di Palangka Raya.
"Saat ini sudah ada delapan sekolah percontohan pelaksanaan program pendidikan karakter. Sekolah-sekolah tersebut adalah TK Pembina, SDN 4 Menteng, SDN Percobaan, SLBN 1, SMP 2, SMA 2, SMK 3 dan Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM)," katanya.
Sebelum menerapkan pendidikan karakter, kata Ikwanuddin, para guru sebaiknya memberikan contoh yang baik sehingga apa yang dilakukan tidak sia-sia.
"Mulai sekarang kita harus memberi contoh terlebih dulu kepada mereka agar pendidikan karakter yang diterapkan pada anak menjadi lebih mudah. Kami menilai, program pendidikan karakter sangat tepat diterapkan di sekolah sebagai penyaring arus globalisasi dan kemajuan teknologi," ujarnya. Oleh sebab itu, lanjut Ikwanuddin, guru harus dapat memberikan materi saat sebelum mengajar dan menyisipkan pendidikan karakter dan budi pekerti, adat istiadat, budaya daerah dan sopan santun yang merupakan keunggulan untuk diajarkan di sekolah.
Dicopy oleh ASROL dari :http://edukasi.kompas.com/read/2011/10/21/1710174/Sekolah.Wajib.Terapkan.Pendidikan.Karakter
Siapakah Guru Pendidikan Karakter
Sebelum saya lebih jauh mengkaji tentang topic yang akan dibahas kali ini, maka saya akan berbagi tentang belajar. Ya, proses belajar
bagaimana otak menyerap informasi. Inilah yang seringkali diabaikan,
kita sebagai orangtua atau guru maunya seringkali “memaksa” anak
mengerti tentang sesuatu hal dan “jalankan” seperti computer, kasi
perintah dan tekan “ENTER”. Nah, kalo di manusia bukan ENTER tapi
“ENTAR” upsss…
Dari penelitian diberbagai belahan dunia
yang terus berkembang, hasil riset tentang tehnik penyerapan informasi
ke otak dibagi menjadi 5 tahap :
Dari informasi diatas mudah bagi kita untuk mengetahui cara yang paling efektif untuk mendidik karakter anak
bukan? Kalo mau hasil maksimal, dengan penyerapan diatas 50 % maka
metode mendidiknya harus disesuaikan dengan cara otak menyerap
informasi.
Tentunya cara itu adalah kombinasi
antara Melihat, Mendengar, Mengatakan dan Melakukan. Saya akan membagi 2
tahap penjelasan, yaitu:
1. Melihat dan Mendengar
Adalah proses belajar
yang ada contoh dan ada pengajarnya. Jika disekolah tentunya guru yang
akan bersuara, jika dirumah maka orangtua. Sebagai guru tentunya harus
memberikan contoh dan model karakter
yang dikehendaki anak didiknya bagaimana serta mengajarkan “how to
achieve”. Jadi pada dasarnya semua guru disekolah bisa menjadi guru pendidikan karakter, jika berkomitmen untuk menjadi contoh dan mau menjelaskan bagaimana agar siswa dapat memiliki karakter
seperti gurunya. Sama halnya orangtua yang ada dirumah, siswa hanya 30%
berada disekolah, 10-15 % lingkungan sosialnya dan sisanya dirumah.
Maka porsi terbesar adalah orangtua yang menjadi guru pendidikan karakter bagi anaknya.
Seorang anak dari bayi, dia tidak mengenal bahasa. Saat dia kecil dia belajar dengan melihat contoh, dia belajar jalan, membuka pintu, menyalakan tv, semuanya melihat. Dan proses belajar
seperti ini masih berlanjut pada kehidupan kita orang dewasa. Jadi
jangan anggap sepele dalam sikap dan perilaku kita untuk memberikan
contoh yang baik untum pendidikan karakter anak.
2. Mengatakan dan Melakukan
Ini terkait dengan peraturan dan system yang berlaku lingkungan belajar pendidikan karakter (sekolah dan rumah). Bagaimana peraturan disekolah dan dirumah selaras dengan tujuan pendidikan karakter.
Baiklah saya akan memberi contoh, di Indonesia, di Surabaya khususnya
saya masih bisa memberhentikan angkutan umum (metromini) sembarangan.
Dimana saya ada di jalan raya, saya lihat ada angkutan umum saya tinggal
angkat tangan saja maka amgkutan umum itu akan berhenti. Hal ini bisa
berlaku di Surabaya, tapi tidak di Singapura. Jika saya pindah ke
Singapura maka saya tidak bisa seenaknya saja memberhentikan angkutan
umum, ada tempat khusus dimana angkutan umum tersebut mau berhenti. Maka
perilaku saya akan berubah mengikuti aturan yang berlaku, saya akan ke
halte jika mau naik kendaraan umum.
Jadi dalam pendidikan karakter juga diperlukan seting macam ini juga, seting lingkungan untuk mendukung perilaku Melakukan
yang akhirnya akan terbiasa. Seperti ada pepatah bisa karena biasa,
sama seperti halnya aturan baru dalam berlalu lintas. Belakangan ini
banyak aturan baru sehingga jalan yang biasanya bisa 2 arah hanya satu
arah untuk keefektifan pengguna jalan dan menghindari kemacetan, jika
kita langgar maka tilang. Pertama terasa berat, setelah 1 bulan sudah
biasa, tidak ada beban lagi. Manusia adalah mahluk yang mudah
beradaptasi, terasa berat jika itu dijalankan terus menerus, maka
lama-lama terbiasa. Dalam melakukan pola ini jangan lupa memberikan
konsekuensi jika melanggar, tentunya konsekuensi yang mendidik dan tidak
merusak harga diri anak. Contoh: jika melanggar maka mainan kesukaan
anak akan disita 2 hari.
Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi
ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa
depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala
macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara
akademis.
Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter
juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah,
terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru,
yang dalam filosofi Jawa disebut digugu lan ditiru, dipertaruhkan.
Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung
dengan peserta didik.
Diambil oleh ASROL : http://www.pendidikankarakter.com/siapakah-guru-pendidikan-karakter/
Karakter Anak Adalah Karakter Turunan
Kali ini kita akan membahas tentang bagaimana karakter
terbentuk secara turun temurun dan terkadang tidak disadari. Apakah
bisa? Mungkin? Bisa dan mungkin, dan biasanya ini terbentuk dari Believe
atau kepercayaan atau keyakinan dari orangtua yang diturunkan kepada
anak. Dan jika keyakinan yang diturunkan salah, sampai 7 turunan bisa
salah jika tidak diperbaiki. Baiklah, simak terus tulisan ini dan
dapatkan rahasia pemahaman baru.
Believe atau kepercayaan itu bukan kita
berarti membahas persoalan agama atau keyakinan beribadah. yang di
maksud adalah suatu pemikiran yang terbentuk karena pengalaman yang
berulang-ulang atau pengalaman yang berkesan. Jadi secara sederhananya
bisa kita katakan sebagai perasaan “pasti” akan sesuatu hal. contohnya
mungkin anda mempunyai perasaan yang pasti tentang kemampuan berhitung
yang baik. jadi anda punya believe atau kepercayaan “wah saya itu pintar
kalau berhitung ya”. Itu yang kita maksud dengan believe atau
kepercayaan. Atau anda punya pikiran “seperti ah saya ini sering telat,
ya”, believe saya sering telat ya itu bentuk seperti itu.
Believe bisa sesuatu yang kita inginkan atau yang tidak kita inginkan.Believe
yang kita inginkan secara sadar, believe yang terbentuk karena kita
mempelajari ajaran-ajaran agama yang kita anut itu memang kita inginkan
untuk terbentuk, lalu Believe yang terbentuk dari mempelajari
masalah-masalah akademik. Kita memang menginginkan itu agar kita bisa
seperti itu,misalkan kita belajar
matematika,dan lain sebagainya. Believe yang terbentuk dari
latihan-latihan olahraga karena kita menginginkannya,kita bisa memiliki
keyakinan yang kuat untuk kasus olahraga contoh: “tendangan saya
keras, lemparan saya pasti masuk”.
Nah berikutnya adalah Believe yang tidak
kita inginkan secara sadar , Tapi toh kita tetap punya believe ini.
misalnya Takut terhadap gelap ya , Wah saya kalau di tempat gelap itu
saya pasti merinding saya pasti keringat dingin saya pasti gak berani
gitu ya.Atau mungkin trauma ketinggian juga wah saya ini tidak bisa naik
pesawat itu suatu believe yang kita tidak inginkan secara sadar tapi
itu masuk dalam diri kita ya. Berbagai fobia terhadap binatang, kemudian
ketakutan-ketakutan terhadap guru
ketakutan terhadap pelajaran tertentu ketakutan membuat tujuan pribadi
ya perasaan-perasaan diremehkan atau perasaan bersalah terhadap sesuatu
ini adalah believe-believe yang tidak kita inginkan tetapi secara sadar
masuk dalam diri kita ya.
Satu hal yang mungkin perlu kita
tekankan adalah mengapa believe atau kepercayaan salah yang diajarkan
secara turun-temurun ini sesuatu yang sering orang tua
lakukan? Karena seringkali ada hal-hal yang sebenarnya kepercayaan ini
yang keliru tapi kita sampaikan kepada anak tanpa kita pertanyakan dulu,
apakah itu believe yang bagus atau tidak? Nah contohnya “hei nak jangan
main hujan nanti masuk angin”, atau “ayo mandinya cepet nanti masuk
angin lho ya”, “kalau kamu gak makan kamu pasti sakit lho”, jadi itu
adalah believe-believe yang dibawa dari orang tua
yang disampaikan kepada anak tapi itu belum tentu pasti bener . tapi
kalau diulang-ulang jadi bener juga. Disamping sekarng bukan orangtua
lagi yang menanamkan keyakinan yang salah, tetapi media tv, koran dan
media yang lainnya juga peran serta dalam hal ini.
Apa yang menyebakan ini terjadi? Bagaimana believe bisa semudah itu tertanam dan membentuk
perilaku kita? Penjelasan ini sangat panjang, kita perlu secara khusus
mempelajari mekanisme pikiran manusia, bagaimana kata-kata bisa membentuk karakter manusia. Mudahnya, kalimat yang sering diulang-ulang bisa tertanam di dalam memori manusia dan menjadi suatu sistem
keyakinan. Dan karena banyaknya kesalahan dalam memberikan informasi
dan kesalahan menanamkan keyakinan dipicu oleh ketidaktahuan bagaimana
mekanisme pikiran itu bekerja. l Kita tidak pernah belajar
khusus pak mengenai mekanisme pikiran manusia. Seingat saya waktu dulu
kuliah tidak ada yang bahas soal mekanisme pikiran dan juga hal Ini
diperparah dengan control diri yang kurang baik sehingga kita tidak mau
memikirkan ulang dampak dari suatu kalimat atau tindakan terhadap anak
kita. jiKalau believe atau kepercayaan yang anda turunkan atau anda
ajarkan pada anak
itu adalah sesuatu yang positif. Itu sangat baik sekali ya. Jadi
misalkan “nak tahu gak kalau kita ini keturunan orang pintar jadi kamu
pasti jadi anak yang pintar dan cerdas”. Tapi kalau believe atau
kepercayaan itu begini mungkin “nak hidup ini itu susah kamu harus belajar yang rajin supaya dapat pekerjaan yang bagus”, sering gak denger orang tua nasehatnya gitu.
Saya dulu, sering termasuk orang yang dinasehati seperti itu. Harus belajar rajin supaya dapat pekerjaan yang bagus. Betul? Orang tua
itu lupa berpikir lho apa anaknya itu harus jadi karyawan aja apakah
kalau nilainya jelek disekolah apakah dia tidak bisa sukses ya. Kenapa orang tua ngga ngomong kamu harus belajar
rajin besok kamu bisa menciptakan lapangan pekerjaan yang banyak
sekali. Betul? Believe lain yang sering menghambati anak ya untuk
sukses adalah believe orang tua
kadang-kadang seperti ini “nak cari uang itu susah kamu harus kerja
nanti kalau sudah kamu harus pintar” maksudnya kalau kamu dapat nilai
bagus kamu nanti bisa bekerja diperusahaan yang bagus. Kenapa kok ngak
ngomongnya kayak gini, “nak kamu tahu kamu harus pinter itu kenapa?
Supaya kamu bisa buat perusaahn bagus. Jadi kamu bisa pekerjakan orang
–orang yang pinter”, kenapa koq gak ngomong seperti itu ya? Jadi seperti
itulah believe-believe yang kadang orang tua turunkan kepada anak tanpa dipikir ya. Sehingga bisa kita pahami bagaimana karakter kebanyakan orang disekelilingi kita. bagaimana juga karakter bangsa ini?
Jadi untuk menghindari kesalahan ini adalah anda sebagai orang tua
anda coba analisa kebiasaan anda dalam mengomentari sesuatu ya. Jadi
anda melihat ada suatu kejadian dan anda mengomentari dan anda coba
pikirkan apakah bener sudah kata-kata anda itu. Dan anda mungkin juga
bisa berpikir apa dampaknya dari perkataan saya ini pada anak saya. Pertimbangkan dampak sugesti yang terkandung dalam setiap perkataan yang sering kita ulangi .
Disalin oleh ASROL dari : http://www.pendidikankarakter.com/karakter-anak-adalah-karakter-turunan/
Macam-Macam Kepribadian Anak
Kali ini kita akan membahas bagian yang tidak kalah pentingnya yaitu bagian tentang kepribadian, inilah dasar dari pembentukan karakter
seorang anak. Mengapa kita perlu membahas tentang kepribadian,
kepribadian adalah bagian dari diri manusia yang sangat unik dimana kita
memiliki kecenderungan yang cukup besar untuk merespon segala sesuatu.
Dengan memahami kepribadian anak berarti kita telah menyingkat waktu
kita untuk menebak-nebak, berusaha mengerti dan memahami anak
kita, kita bisa jauh lebih mudah untuk memahami seseorang anak dengan
memperhatikan tipologi kepribadiannya. Nah dalam artikel kali ini saya
akan menggunakan tipelogi kepribadian yang sangat banyak dipakai oleh
family terapis, oleh para HRD manager ataupun praktisi-praktisi di
sumber daya manusia untuk menganalisa kepribadian seseorang. Kepribadian
ini membagi manusia menjadi empat golongan besar yaitu korelis,
sanguinis, phlegmatis dan melankolis.
Koleris mewakili tipe
kepribadian yang tegas dan kemudian cenderung untuk memimpin, yah dia
adalah seorang pemimpin yang dilahirkan. Pemimpin yang dilahirkan secara
alamiah begitulah koleris. Ciri-cirinya To The Point, dia ingin segala
sesuatunya cepat dan dilakukan saat itu juga, dia tidak bertele-tele
tetapi pada titik ekstrimnya adalah dia bisa menjadi terlalu dominan dan
terlalu mengatur, terlalu mengontrol, sehingga orang lain bisa tidak
tahan. Dan kemudian dia ingin segala sesuatunya dilakukan dengan sangat
cepat kemudian bisa jadi dia lupa beberapa detail-detail tentang hal
penting yang harus dilakukan. Itulah tipe kepribadian koleris yang
sejati. Orang koleris akan berpakaian dengan praktis, simple, tidak
mementingkan model pakaian tetapi lebih mementingkan fungsi dari pakaian
itu. Dan orang koleris biasanya duduknya sangat tegak sekali dan ia
berjalan dengan sangat tegak dengan kepala terangkat ke atas. Pada
kenyataannya tiap kepribadian itu memiliki kadarnya masing-masing,
sangatlah kecil sekali kemungkinannya kita menemukan seseorang yang
koleris sejati. Artinya seratus persen koleris sementara di lain-lainnya
itu nol semuanya. Seorang anak yang koleris, biasanya memiliki motivasi
yang kuat dari dalam, istilahnya “ku tahu yang ku mau”. Jika ingin
mengarahkan mereka, tunjukan keuntungan bagi anak jika mereka melakukan
hal tersebut. Misal : “Jika kamu les bahasa inggris maka mudah bagi kamu
untuk memahami aturan dari permainan yang sering papa dan kamu lakukan,
masih banyak permainan serupa yang bisa kita mainkan”.
Jenis kepribadian yang berikutnya adalah Sanguinis.
Sanguinis adalah orang yang cerah, ceria, bisa mendengar suaranya jauh
sebelum melihat orangnya, heboh sekali dan jika memakai pakaian pakaian
biasanya berwarna cerah meriah dengan banyak sekali aksesoris, yah
sanguinis adalah orang yang senang menjadi pusat perhatian. Jika Anda
datang ke pesta dan melihat satu orang dikelilingi yang lain, bercerita,
semua terhibur dan tertawa, maka orang yang bercerita itulah seorang
sanguinis. Ya, sanguinis adalah pusat perhatian. Jika Anda melihat orang
sanguinis berpakaian cerah warna warni dan banyak aksesoris, dia tidak
akan risih dengan itu semua bahkan dia akan suka, karena dengan begitu
dia bisa menarik perhatian orang lain. Orang sanguinis akan berjalan
dengan gayanya yang ceria dan akan menoleh ke kanan kiri dan melempar
banyak senyum kepada orang-orang di sekitarnya. Seorang anak sanguinis
merupakan anak yang sangat senang sekali bermain dan berkumpul dengan
banyak teman-temannya. Senang dengan aktivitas “outdoor” atau
kebersamaan yang menyenangkan. Tentu mudah bagi Anda menerjemahkan
bahasa saya berkaitan dengan anak sanguinis.
Tipe koleris dan tipe sanguinis adalah
tipe yang Ekstrovert, tipe yang terbuka kepada orang. Orang sanguinis
begitu sangat terbukanya, sehingga bisa cerita tentang banyak hal kepada
orang lain dan kemudian bisa dengan mudah melupakannya. Orang sanguinis
dengan begitu mudahnya melupakan janjinya dan juga dengan begitu
mudahnya dia akan langsung minta maaf. Orang koleris tidak akan
melakukannya, dia akan gengsi untuk minta maaf kepada kita. Tapi mereka
dasarnya adalah orang-orang yang terbuka, orang-orang yang ekstrovert.
Berikutnya kita akan membahas bagian kepribadian yang Introvert yang
tertutup. Di bagian ini ada dua jenis kepribadian dua tipelogi
kepribadian yaitu Melankolis dan Phlegmatis.
Melankolis adalah
seorang yang rapi, biasanya tulisannya rajin, rapi, lengkap, detail
karena itu jika mereka kuliah catatan mereka biasanya akan dipinjam oleh
teman-temannya. Dan kemudian dia akan memiliki gaya dandan yang rapi,
tidak ada satu helai pun rambut yang tersisir keluar ok semuanya rapi
seperti diatur pada tempatnya. Seorang melankolis berpakaian selalu
sangat rapi sekali, dimasukkan dan suka warna warna yang memiliki
perpaduan warna yang cocok. Jadi tidak akan sembarangan, artinya dia
tidak akan memakai bawahan yang berwarna hijau dan kemudian atasnya
berwarna kuning cerah. Dia akan mempertimbangkan segala sesuatunya,
itulah orang melankolis. Jika memendam sesuatu bisa dipendam sangat
lama, ngambeknya bisa sangat lama sekali, tetapi orang melankolis sangat
detail, begitu suka dengan data-data dan fakta-fakta. Yah itulah
seorang melankolis. Ia begitu ahli di dalam perencanaan dan ahli di
dalam analisa. Ciri-ciri anak
melankolis yang sangat tampak adalah anak ini sangat teratur, suka
kerapian, seringkali saya jumpai mereka secara akademis adalah anak yang
cerdas dan pandai. Anak melankolis sangat suka “mengontrol” semuanya
sendiri. Terkadang menentukan pakaian yang akan dipakainya, makan apa
sore ini, dsb. Mereka terkadang suka mengingatkan kita, jika keluar
kamar lampu dimatikan, tv atau laptop dimatikan.
Kemudian kepribadian yang satunya lagi adalah Phlegmatis. Phlegmatis
adalah kepribadian yang suka melakukan segala sesuatu berdasarkan
urutan yang telah diberikan, jika memang sudah begini ya begini tidak
usah dipikirin yang lain lagi, yah pokoknya ikuti saja. Itulah
phlegmatis, tipe pengikut yang setia. Dia bisa tahan duduk berjam-jam
melakukan sesuatu berhari-hari, berminggu-minggu dan berbulan-bulan
dimana itu tidak mungkin bisa dilakukan oleh seorang yang koleris
ataupun seorang sanguinis. Mereka tidak akan tahan duduk berjam-jam,
berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan melakukan satu hal yang
sama berulang-ulang kali. Phlegmatis sangat cocok melakukan itu semua,
sangat setia dan bisa dipercaya untuk memegang rahasia. Itulah orang
phlegmatis, mereka sangat mudah diatur mereka sangat toleran. Jika Anda
punya anak phlegmatis, Anda bisa mengatakan “nak sekarang makan ya”,
“ya” kalau Anda sibuk, Anda bisa mengatakan “nak, sekarang Mama lagi
sibuk, nanti aja makannya ya”, “iya” anak phlegmatis tidak akan menuntut
Anda. Itu akan sangat berbeda dengan anak koleris “nak makannya nanti
ya”, “tidak! Aku maunya sekarang” itulah anak koleris. Anak phlegmatis
biasanya cenderung diam dan mengalah. Mereka sering menghindari konflik
dan seringkali merelakan peralatan tulisnya untuk dipinjam dan tak
jarang terkadang merasa “ngga enak” untuk memintanya.
Sekarang Anda telah mengetahui tipologi
koleris, sanguinis, melankolis dan phlegmatis nah satu hal yang perlu
kita ketahui adalah tidak ada satupun tipologi kepribadian ini yang
lebih baik daripada lainnya. Artinya kita semua mempunyai kadar dari
keempat tipologi kepribadian ini. Di dalam diri kita ada unsur
melankolis, ada unsur phlegmatis, ada unsur koleris dan ada unsur
sanguinis-nya. Hanya saja di bagian mana kita dominan dan itu yang membentuk
kita, itu yang membedakan kita dari yang lainnya. Nah variable atau
kadar perbedaan dari setiap kepribadian ini membuat kita menjadi begitu
unik. Tak ada satu orangpun yang memiliki komposisi yang sama, semuanya
begitu berbeda. Dan satu hal yang paling penting, adalah seperti yang
tadi saya katakan bahwa tidak ada yang baik, tidak ada yang buruk
disini. Yang ada adalah pada saat kita tidak menyadari berhadapan dengan
siapa dan kemudian kita tidak bisa menjalin suatu komunikasi, itu
karena kita tidak bisa memahami persepsinya.
Disalin oleh ASROL dari : http://www.pendidikankarakter.com/macam-macam-kepribadian-anak/
Kamis, 10 Mei 2012
Cara Jitu Menumbuhkan Semangat Belajar Pada Anak
Nah, ini adalah tema yang sering ditunggu-tunggu oleh orangtua dan juga sering banyak dikeluhkan orangtua. “Kenapa anak saya ngga senang belajar, maen aja seharian”, keluh seorang Ibu yang hadir diseminar saya. Para pembaca, percayakah Anda bahwa kehidupan sejati kita manusia adalah seorang pembelajar? Tapi kita sering memberikan perlakuan yang tidak menyenangkan saat anak belajar (secara tidak sadar) bahkan dulu kita pun mungkin diberikan stimulasi yang salah sehingga belajar itu tidak menyenangkan.
Misalnya, saat anak kita bayi dan berumur 1 tahun. Dia ingin memasukan semua barang yang dapat ia pegang ke dalam mulutnya, benar? Nah yang kebanyakan orang lakukan saat itu adalah berkata “eh… itu kotor, ngga boleh” sambil menarik barang tersebut. Sebenarnya ini adalah perilaku dasar pada saat seorang anak belajar. Kemudian saat dia mulai bisa berjalan, mulai ingin tahu lebih banyak tentang lingkungan sekitar, semakin banyak larangan yang dikeluarkan oleh orangtua ataupun pengasuh. Mungkin karena lelah menjaga anak seharian, sehingga banyak larangan yang dikeluarkan. Padahal ini adalah keinginan mereka untuk tahu (belajar) lebih banyak, mengisi database di otaknya yang masih kosong dan perlu diisi.
Saat mulai bisa berbicara, bertanya ini dan itu. “Ini apa? Kenapa?” Jawaban yang diterima “lha tadi sudah tanya, tanya lagi dasar cerewet” mungkin saat itu pengasuh dan orangtua sedang lelah juga saat menjaganya sehingga malas dan capek untuk memberikan penjelasan dan ini adalah proses belajar seorang anak. Ada barang baru dirumah dan anak ingin memegangnya atau mengetahui lebih dekat, maka kita orangtua dan pengasuhnya menjauhkan barang tersebut darinya, dengan dalih nanti rusak karena barang mahal.
Dari sepenggal contoh diatas dimana ini adalah pengalaman nyata dari saya dan beberapa klien, siapakah yang membuat anak menjadi malas belajar?
Berikutnya ada seorang anak berusia 8 tahun, sebut saja Aji. Orangtuanya sangat mengeluhkan, bahwa anaknya tidak suka belajar dan sudah mendapat peringatan dari gurunya jika tidak ada perubahan sikap maka kemungkinan besar Aji tidak naik kelas. Saat bertemu, saya yakin Aji adalah anak yang luar biasa. Sesaat saya bertanya tentang hobi dan kesukaannya saat bermain, dengan cepat saya mengetahui anak ini luar biasa. Sebab setelah saya Tanya tentang hobinya ternyata sepak bola, dan tim kegemarannya adalah Arsenal (Liga Inggris). Dan Aji, hafal seluruh pemain inti dan cadangan Arsenal, berikut pelatih dan asistennya serta nomor punggung pemain, tanggal ulang tahun pemain serta daftar pencetak goal dan assist (pemberi umpan) dan point klasemen liga dan urutannya. Gila, luar biasa! (dalam hati saya) Ngga ada yang salah sama hardware (otaknya), tapi masalahnya sama Software.
Satu orang anak yang sama, otaknya kalau dibuat belajar pelajaran disekolah tidak berfungsi (berhitung, menghafal) tetapi hafal seluruh pemain Arsenal. Apa anak ini bodoh? Tentunya Anda sepaham dengan saya, jawabanya adalah tidak. Anak ini pandai luar biasa. Hanya saja salah perlakuan sehingga ia malas dan tidak suka belajar.
Lalu apa yang saya lakukan untuk mengubah agar software menjadi baik dan membuat anak ini agar mudah belajar? Yang saya perbaiki orangtuanya dahulu, sebab untuk anak seusia Aji, jika terdapat masalah dalam hidupnya berarti orangtua yang akan membantu untuk mengatasi masalah anak tersebut. Saya mengajarkan bagaimana berkomunikasi dengan anak dan sifat dari pikiran anak, serta pentingnya menomor satukan cinta dalam mendidik anak, yang semuanya akan sangat panjang jika saya jelaskan disini.
Berikutnya adalah tips bagaimana agar, anak kita menjadi rajin dan mudah sekali belajar dan sekolah.
1. Saat pulang sekolah tanyakan “hai sayang, apa yang menyenangkan hari ini disekolah?” Otomatis otak anak akan mencari hal-hal yang menyenangkan disekolah dan ini secara tidak langsung akan memberitahu sang anak bahwa sekolah adalah tempat yang menyenangkan.
2. Saat anak tidur (Hypnosleep), katakan “makin hari, belajar makin menyenangkan”, “sama halnya dengan bermain, belajar juga sangat menyenangkan”, “mudah sekali bagimu untuk belajar (berhitung, menghafal dll)”.
3. Jelaskan manfaat dari pelajaran yang sedang dipelajari (sesuai dengan minat anak tersebut) misal: dengan mempelajari perkalian, maka saat liburan naik kelas nanti nanti kamu bisa menghitung berapa harga barang yang akan kamu beli di Singapore dan kamu bisa membandingkannya dengan harga di Indonesia. Jika kamu menguasai conversation dalam bahasa inggris maka kamu akan sangat mudah berkomunikasi dengan pelatih sepak bolamu yang dari Thailand.
4. Mintalah guru les pelajarannya (jika ada), sering-sering mengatakan bahwa anak kita adalah anak yang hebat dan luar biasa. Pujian yang tulus dan memompa semangatnya jauh lebih penting dari pada mengajarkan tehnik-tehnik berhitung dan menghafal yang cepat. Mintalah bantuan orang-orang sekitar termasuk guru untuk meningkatkan harga diri anak kita.
5. Jika anak kita masih kecil dan masih suka dibacakan dongeng, bacakan dongeng dengan posisi memangku dia (dengan posisi yang nyaman, serta memudahkan kita orangtua untuk memberikan ciuman kasih sayang atau pelukan sayang) tujuannya agar anak mengkaitkan membaca buku dengan rasa cinta dari orangtua dan buku adalah hal yang sangat menyenangkan.
6. Gunakan surat rahasia dari orangtua kepada anak, kita bisa berkata “nak, Ibu telah meletakan surat rahasia buat kamu. Cuma kamu dan ibu yang tahu isinya. Ibu letakan dibawah bantal tidurmu, bacalah setelah makan ya”. Isinya bisa berupa kata-kata yang menyemangati anak dalam kegiatan belajar dan sekolahnya.
Disalin oleh ASROL ( lihat lengkap) dari : http://www.pendidikankarakter.com/cara-jitu-menumbuhkan-semangat-belajar-pada-anak/
Kekuatan Karakter Bagi Masa Depan Anak
Saya melihat salah seorang siswa di lingkungan tempat tinggal saya sangat tekun belajar. Sampai-sampai, ia tidak sempat meluangkan waktu untuk bermain dengan teman sebayanya. Tuntutan sekolah yang begitu banyak membuatnya harus berlama-lama di kamar untuk mentransfer informasi yang ada di buku ke dalam otak atau memorinya. Saya sangat kasihan dengan siswa tersebut. Mengapa? Di satu sisi, siswa tersebut memang terasah kemampuan kognitifnya. Namun di sisi lain, ia mengalami ketimpangan atau kelumpuhan emosional (afektif). Hidup itu seperti naik sepeda, perlu sekali menjaga keseimbangan. Jika keseimbangan tidak terjaga maka akan jatuh.
Melihat siswa tersebut, saya sarankan pada orangtuanya untuk membantu mengatur waktu, agar ia tidak terkurung di dalam kamar, sementara kawan-kawannya asyik bermain. Yang tidak ia sadari, bahwa bermain sebenarnya juga bagian dari proses belajar.
Seperti yang kita ketahui, manusia sebenarnya memiliki daya cipta, rasa dan karsa. Karena itu, ketika hanya daya cipta (IQ) saja yang diasah, maka terjadi ketidakseimbangan. Lalu apa yang terjadi? Tentunya, efek dari pola pendidikan yang hanya menitik beratkan pada daya cipta (kognisi / IQ) saja dan mengabaikan rasa (afeksi / EQ) dan karsa (action) akan terasa dan terlihat di kala si anak tumbuh dewasa. Si anak tersebut akan lumpuh sosial. Mengapa saya katakan lumpuh sosial? Lumpuh sosial terjadi ketika si anak tidak mampu menjalin hubungan di lingkungan sosialnya. Padahal, dalam setiap pergaulan di masyarakat, baik pergaulan dalam pekerjaan, pergaulan organisasi, pergaulan di sekolah dan lain-lain pasti butuh untuk menjalin hubungan dan bekerjasama dengan sesama. Pada akhirnya bisa menghambat perkembangan potensi dirinya.
Bukankah sudah menjadi kebutuhan mendasar kita sebagai manusia untuk saling bekerjasama. Dengan bekerjasama, sebenarnya kita membuka banyak peluang untuk mempelajari banyak hal. Dengan begitu kita bisa menambah kesempatan untuk mengeksplore diri kita. Inilah letak pentingnya pergaulan dan interaksi sosial.
Dulu, orang tua memang mengarahkan anak-anaknya untuk mengasah IQ-nya. Sebab, IQ yang tinggi diartikan sebagai tingkat kecerdasan yang tinggi pula (dan konon jadi resep sukses kalo IQ tinggi). Namun, sebuah kesadaran baru akhirnya muncul bahwa ada kecerdasan lain yang juga tidak bisa diabaikan, yakni kecerdasan emosional.
Keseimbangan antara kecerdasan kognitif (pengetahuan), perasaan (afektif) dan tindakan (action) akan membangun kekuatan karakter diri yang baik. Karakter diri sangatlah penting peranannya. Sebab,karakter diri adalah cara pikir dan prilaku yang khas dari individu untuk hidup dan bekerjasama dengan sekitarnya.
Terkadang, karakter diri seseorang terasa tidak seimbang. Ada orang yang memiliki ide-ide brilian namun tidak mampu bekerjasama dengan teamworknya. Itu menunjukkan orang tersebut memiliki kecerdasan IQ yang baik sedang kecerdasan emosionalnya buruk. Ada juga orang yang memiliki otak cemerlang, dia juga baik, namun malas bekerja. Itu menunjukkan actionnya lebih lemah dibanding IQ dan EQ nya.
Karakter diri akan semakin kuat jika ketiga aspek tersebut terpenuhi. Karakter diri yang baik ini akan sangat menentukan proses pengambilan keputusan, berperilaku dan cara pikir kita. Yang pada akhirnya akan menentukan kesuksesan kita. Lihat saja, seorang Nelson Mandela meraih simpati dunia dengan ide perdamaiannya. Bunda Teresa menggetarkan dunia dengan rasa cinta dan kepedulian terhadap sesamanya. Bung Karno dengan ide, kegigihan dan kecerdasannya masih terasa bagi kita bangsa Indonesia yang telah melalui tahun millennium.
Semua itu adalah wujud dari kekuatan karakter yang mereka miliki. Ini menegaskan bahwa, karakterseseorang menentukan kesuksesan individu. Dan menurut penelitian, kesuksesan seseorang justru 80 persen ditentukan oleh kecerdasan emosinya, sedangkan kecerdasan intelegensianya mendapat porsi 20 persen.
Membangun Kekuatan Karakter
Pada diri setiap individu memiliki karakternya masing-masing. Lingkungan memiliki peran penting dalampembentukan karakter. Karakter kita, memiliki peran penting dalam proses kehidupan. Sebab,karakter mengendalikan pikiran dan perilaku kita, yang tentu saja menentukan kesuksesan, cara kita menjalani hidup, meraih obsesi dan menyelesaikan masalah.
Sebenarnya masing-masing dari kita memiliki karakter yang khas. Dan, kekhasan karakter tersebut merupakan kekuatan karakter kita. Sebab, kekhasan atau keunikan itulah yang membedakan kita dengan individu lainnya. Si penghibur akan menebarkan semangat, si pengatur akan memanajemen organisasi. Mereka yang bijak dan tidak suka konflik bisa menjadi pendamai. Itu semua adalah kekuatan karakter. Dan, setiap karakter akan dibutuhkan dalam setiap pergaulan, baik pergaulan kerja, organisasi atau masyarakat.
Ingatlah! Kekuatan karakter harus dibangun sejak awal. Membangun kekuatan karakter bisa dilakukan melalui pendidikan karakter baik di lingkungan formal seperti sekolah, atau non-formal seperti keluarga dan masyarakat. Pendidikan karakter diberikan melalui penanaman nilai-nilai karakter. Bisa berupa pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Outputpendidikan karakter akan terlihat pada terciptanya hubungan baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, masyarakat luas dan lain-lain.
Pendidikan karakter tidak hanya diberikan secara teoritik di sekolah, namun juga perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan itu adalah bukti bahwa pendidikanyang diberikan telah merasuk dalam diri seseorang. Ketika makan bersikap sopan, ketika hendak tidur membaca doa, ketika keluar rumah berpamitan, tekun dan semangat mewujudkan obsesi dan cita-cita, jujur, berbuat baik kepada hewan dan tumbuhan, tidak membuang sampah di sembarang tempat dan lain-lain.
Membangun kekuatan karakter dilakukan dengan melibatkan seluruh elemen. Sebab, setiap elemen akan berpengaruh dalam proses pembentukan karakter individu. Seorang anak akan meniru dan mengidentifikasi apa yang ada di sekelilingnya. Role model positif akan membentuk karakter yang positif dan sebaliknya role model negatif akan membentuk keprbadian dan karakter negatif. Karena itu, setiap unsur lingkungan hendaknya dibangun secara positif, sehingga karakter anak akan terbentuk secara positif juga.
Lalu bagaimana cara membangun kekuatan karakter itu? Kekuatan karakter akan terbentuk dengan sendirinya jika ada dukungan dan dorongan dari lingkungan sekitar. Bayangkan sebuah lidi tidak akan memiliki daya untuk menghalau sampah-sampah. Namun, jika didukung oleh ratusan lidi yang lain akanmembentuk satu kekuatan untuk membersihkan halaman rumah. Begitu juga dengan karakter, akan menjadi kuat ketika didukung oleh lingkungan. Peran keluarga, sekolah, masyarakat sangat dominan dalam mendukung dan membangun kekuatan karakter.
Karakter yang kuat pada akhirnya akan berperan optimal di setiap interaksi sosial. Sehingga, individu dengan karakter kuat tersebut akan memberikan sumbangsih –baik moril atau spirituil- yang berdaya guna bagi sekitarnya.
Langganan:
Postingan (Atom)